Pagi-pagi membuka perpustakaan mungilku yang
berukuran tidak lebih 120 cm persegi. Disana aku disuguhkan berbagai
informasi terkini. Salah satu informasi yang sempat menarik perhatianku
adalah rencana DPR membangun perpustakaan terbesar dan termegah di Asia
tenggara.
Wah.. gaya yang cukup bombastis pikirku. Kenapa biaya
yang cukup besar itu hanya digunakan terpusat untuk suatu gaya ?,
bukankankah alangkah lebih baik kalo itu digunakan untuk membangun
perpustakaan2 dan menambah koleksi buku
didesa dan disekolah-sekolah daerah terpencil dimana mereka kesulitan
mengakses buku karna jauh bahkan tidak pernah melihat toko buku ?, atau
kemudian menambah koleksi dan peningkatan pendayagunaan perpustakaan
didaerah-daerah ?, atau kenapa kemudian tidak digunakan untuk memperluas
jaringan internet dan kemudian membuat perpustakaan digital yang bisa
diakses seluruh warga negara ?.
Tapi asu dahlah, semoga saja dibangunnya perpustakaan besar dan termegah di Asia Tenggara berdampak dimasyarakat sekitarnya sehingga kita tidak lagi mendengar ribut-ribut orang bakar buku, kelompok-kelompok yg garang yang menyerang kelompok lain saat demonstrasi, atau kita tidak mendengar lagi sekelompok orang menggunakan kekerasan menutup tempat2 yang dianggapnya tidak beres dengan membawa-bawa simbol agama tertentu, atau kita tdk mendengar lagi orang jualan isyu sara setiap pilkada atau pilpres, atau kita tidak mendengar lagi anggota DPR banting meja dan banting kursi, termasuk tidur saat sidang yang meributkan acara tv sehingga mama-mama terganggu nonton utaran. Semua sudah menjadi arif dalam menyikapi setiap perbedaan dan persoalan secara bijaksana dan berdasar karena sudah sering masuk perpustakaan.
Pun, kita tidak mendengar lagi ada sekelompok orang yang melarang pagelaran monolog Tan Malaka atas tuduhan tak berdasar dikarenakan miskin pengetahuan.
Dan akhirnya, iya... namanya juga gaya. Seperti kita yang selalu mengambil kesempatan bergaya disetiap sudut waktu.
Surabaya, 29 maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar