Kamis, 11 November 2021

Lupa

Satu jam telah berlalu, Aku masih saja terjebak di pelataran salah satu mesjid kecil di tepi jalan yang sering aku lewati setiap wara wiri ketempat kerja. Berteduh di tempat wudhu para jamaah jika hendak menunaikan shalat. Hujan belum juga menunjukkan tanda-tanda mau redah. Padahal telah mengencingi bumi sejak bumi mulai terang meski sang Surya belum sempat menampakkan diri.
"Sial," gumamku. Kondisi alam memaksaku untuk mampir di tempat ini. Padahal, di hari-hari sebelumnya aku melewatinya berlalu begitu saja, meski mendengar suara Muazin menggema dari toa yang tergantung di atas kubah. Hati tidak pernah tergerak untuk menghampirinya. Iya, aku telah berjalan terlalu jauh tunduk pada kesibukan-kesibukanku dan melupakan seluruh ajaran guru ngajiku dahulu di masa kanak-kanak.
Tiba-tiba hati berbisik, "mengapa aku tidak lepas saja sepatu, mengambil air wudhu sembari melaksanakan shalat Dhuha". Shalat yang dipercaya membuka pintu-pintu Rizki, keberkahan dan kebahagiaan. Bukankah dulu semasa masih sekolah meski tak rutin tetapi sering mengerjakannya. Lagi pula, hujan belum juga menampakkan tanda-tanda mau redah.
Saat mau membuka sepatu, tiba-tiba muncul pikiran lain. "Apakah kau tidak malu, tiba-tiba melaksanakan sesuatu yang sudah lama kau abaikan hanya karena kondisimu terjebak". Pikiran kembali berkecamuk. Antara mau melaksanakan atau tidak.
"Apa tidak sebaiknya aku memaksakan diri mengambil sepedaku sambil menerobos hujan. Tidak, tidak, hujannya terlalu deras. Jika pilihan itu aku lakukan batuk pasti akan kambuh lagi".
Aku terbayang akan kehidupan di tahun-tahun lalu saat masih ngaji di masa kecil, di mana hati sangat terpaut dengan Masjid, seolah melangkah ke Masjid tanpa beban saat azan berkumandang. Hati penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Kini aku telah jauh dari perasaan itu. Sejak kesibukan mengejar dunia di tengah hiruk pikuk kehidupan.
Tiba-tiba dorongan untuk memasuki Masjid muncul lagi. "Ayolah, ini lah saatnya untuk memperbaiki. Anda berada dan terjebak di sini bukanlah kebetulan". Akan tetapi, sekali lagi aku benar-benar malu, malu pada diri sendiri, malu atas kealpaan-kealpaanku selama ini. Bagaimana mungkin aku melakukan hal yang bertahun-tahun tak lagi dianggap menjadi hal penting untuk dilakukan.
Hujan sudah mulai menunjukkan tanda-tanda mau redah. "Kamu harus melakukannya, bisik hatiku". Aku melepaskan sepatu, bergegas ke salah satu kran di tempat wudhu.

Aku terpaku, hujan sudah benar-benar mau redah. Aku bimbang, apa aku lanjutkan perjalanan saja atau masuk untuk melaksanakan shalat. Dan akhirnya aku putuskan untuk melanjutkan perjalanan. Aku lupa mandi wajib. 

Buol, 9 Nopember 2021

Tidak ada komentar: