Kamis, 04 November 2021

KRITIK

Ketika salah satu Arsitek Revolusi Islam Iran dari sayap kiri, Ali Syari'ati ditanya oleh salah satu Garda Revolusi dari sayap kanan Murthada Muthahari, "mengapa Anda terus menerus mengkritik Hauzah (semacam pusat pendidikan Islam semacam pesantren) dan tidak mengkritik pendidikan barat padahal di sana juga sangat banyak yang perlu dikritik?". Ali Syari'ati menjawab, "saya mengkritik Hauzah karena saya punya kepentingan besar untuk Hauzah bisa berbenah diri dan maju", sedangkan untuk pendidikan-pendidikan barat saya tidak memiliki harapan apa-apa di sana".

Iya. Dalam perkara kritik mengkritik kita sering menemukan beragam tanggapan. Ada yang menanggapinya positif sebagai alat untuk mengevaluasi diri dan kebijakan, namun tak sedikit yang menanggapi negatif dan memusuhi pengkritik.


Tak jarang kita mendengar ucapan, "Anda hanya tau mengkritik saja, mana kerjamu", padahal ia tak memiliki akses untuk bekerja pada wilayah itu karena tak memiliki akses apalagi dalam hal pengambilan kebijakan. Maka, tentu saja langkah yang paling mungkin menjadi sumbangsihnya adalah melakukan evaluasi termasuk kritik konstruktif terhadap ketimpangan yang ia lihat. Ada pula yang berceloteh, "jangan hanya mengkritik, beri solusi". Nah pernyataan seperti ini apalagi. Tugas kritikus ya mengkritik, mencari solusi adalah tugas para pengambil kebijakan yang dipercayakan di sana. Bukankah ia diberi tugas di sana karena dianggap cakap untuk pekerjaan itu.

Namun demikian, nampak bahwa kita belum siap dengan tradisi kritik mengkritik, baik pihak yang dikritik maupun pengkritik. Yang dikritik alih-alih mengevaluasi diri dan kebijakan malah tak jarang ia menganggap dihina. Demikian pula pengritik, alih-alih ia memberikan kritik malah terjebak pada menghina dan tak jarang memfitnah.


Semoga kita makin dewasa menyikapi kritik.

Tidak ada komentar: